BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Semua orang hampir bisa dipastikan pernah mengalami
apa yang disebut rasa cemas, gelisah, khawatir, dan panic. Dalam kehidupan
sehari-hari, kecemasan merupakan hal yang wajar terjadi pada setiap individu
seperti reaksi seseorang jika sedang mengalami stress kerapkali disertai dengan
suatu kecemasan. Namun apabila suatu individu tidak dapat mengontrol ataupun
meredam rasa cemas tersebut dalam situasi dimana orang-orang pada umumnya mampu
menangani kecemasan tanpa adanya kesulitan yang dianggapnya begitu berarti,
maka dalam hal ini telah dikatakan penyimpangan.
Kecemasan pada individu dapat muncul pada situasi
yang biasanya dianggap sebagai moment yang berarti dalam hidupnya. Gangguan
kecemasan akan muncul apabila rasa cemas tersebut berlangsung lama, dan akan
terjadi perubahan perilaku atau perubahan metabolisme tubuh.
Seperti yang akan penulis bahas adalah tentang
sebuah kasus pada anak SD yang mengalami kecemasan yang berlebih dan traumatik
pada jembatan gantung akibat dari putusnya jembatan yang biasa anak-anak SD ini
pergunakan untuk berangkat ke sekolah.
Tragedi anak-anak Banten yang harus bertaruh nyawa
saat pergi ke sekolah mereka, menjadi sorotan setelah 45-an murid SD di Lebak
hanyut terbawa arus saat hendak menuju sekolah. Sebanyak 45 siswa sekolah dasar
tercebur ke Sungai Cibeurang dalam kondisi arus deras saat menyebrangi jembatan
gantung yang munghubungkan Desa Sindai, Kecamatan Sajira, dan Pasir Eurih,
Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, selasa 10 Maret 2015. Jembatan
berusia 27 tahun ini putus lantaran kelebihan beban.
Warga sekitar dan anak-anak terpaksa harus tetap
melewati jembatan yang sudah lapuk dimakan usia ini, karena sudah tidak ada
lagi akses jalanan yang lain, hanya ini satu-satunya jalan yang ada untuk
menghubungkan antara dua desa.
Walaupun resiko yang ditimbulkan sangat besar tepai
warga harus tetap melawan bahaya itu, dengan resiko seperti tergelincir ke
derasanya arus sungai.
BAB II
Landasan Teori
Kasus ini akan dibahas dari beberapa teori, yaitu
sebagai berikut:
1.
Definsi Gangguan
Axienitas
Anxiety
Disorders/Gangguan Cemas adalah gangguan yang paling umum, atau sering
terjadi berupa gangguan mental, dimana dalam hal ini meliputi suatu kelompok
kondisi-kondisi yang terbagi antara gangguan cemas yang ekstrim atau patologis sebagai gangguan yang mengenai
suasana hati atau tekanan emosional.
Kecemasan, yang dipahami sebagai lawan dari
ketakutan normal, adalah jelmaan oleh gangguan suasana hati, seperti halnya
berpikir, perilaku, dan aktivitas fisiologis.
2.
Gangguan Anxiety
Menyeluruh
Gangguan
Anxiety menyeluruh yaitu terus
menerus merasa cemas, sering kali tentang hal-hal kecil. Orang yang mengalami Anxiety Menyeluruh memiliki kekhawatiran kronis terus menerus mencakup
situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan, finansial). Ada
keluhan somatic: berpeluh, merasa panas, jantung berdetak keras, perut tidak
enak, diare, sering buang air kecil, dingin, tangan basah, mulut kering, dll.
Merasa ada gangguan otot: ketegangan atau rasa sakit pada otot terutama pada
leher dan bahu, bergetar, mudah lelah, dll. Cemas akan terjadinya bahaya, cemas
kehilangan control, cemas akan mendapatkan serangan jantung, cemas akan mati.
3.
Post
Traumatik-Stress Disorder (PTSD/Gangguan Stress Pasca Trauma)
PTSD
merupakan kecemasan akibat peristiwa traumatic yang biasanya dilami oleh
veteran perang atau orang-orang yang mengalami bencana alam. PTSD biasanya
muncul beberapa tahun setelah kejadian dan biasanya diawali dengan ASD, jika
lebih dari 6 bulan maka orang tersebut dapat mengembangkan PTSD.
4.
Teori
Interpersonal
Kecemasan adalah kekuatan pengganggu utama yang
menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang sehat. Kecemasan membuat
manusia tidak mampu belajar, merusak ingatan, menyempitkan sudut pandang, dan
bahkan dapat menyebabkan amnesia total. Oleh karena kecemasan menyakitkan, maka
orang cenderung menghindarinya, secara turun-temurun memilih situasi euphoria atau ketiadaan ketegangan.
Sullivan (1954) merangkum konsep ini dengan menyatakan bahwa “keberadaan kecemasan jauh lebih buruk dari
ketidakberadaannya”.
Sullivan membedakan kecemasan dengan rasa takut
dalam beberapa pendekatan yang penting. Pertama, kecemasan biasanya berakar
dari situasi interpersonal yang kompleks dan hanya tampak samar dalam
kesadaran. Kedua, kecemasan tidak memiliki nilai positif. Ketiga, kecemasan
menghambat terpuaskannya kebutuhan.
Pertentangan terhadap pemuasan kebutuhan ini
diungkapkan dalam kata-kata yang dapat dianggap sebagai definisi Sullivan akan
kecemasan “Kecemasan adalah ketegangan yang bertentangan dengan ketegangan akan
kebutuhan dan bertentangan dengan tindakan yang membuat mereka merasa nyaman”
(Sullivan, 1953b).
5.
Teori Perspektif
Psikoanalisis
Teori ini mengatakan bahwa sumber kecemasan secara
menyeluruh disebabkan oleh konflik yang tidak disadari antara ego dan
implus-implus id. Implus-implus ini biasanya bersifat seksual atau agresif dan
berusaha untuk mengekspresikan diri namun ego tidak membiarkannya karena tanpa
disadari adanya ketakutan terhadap hukuman yang diterima sehingga menyebabkan
individu menekan implus-implus tersebut kealam bawah sadar. Dengan demikian,
individu selalu mengalami kecemasan.
6.
Perspektif
Kognitif-Behavioral
Menurut teori ini gangguan disebabkan oleh proses
berpikir yang menyimpang. Orang dengan gangguan anxietas menyeluruh seringkali
mempersepsikan kejadian-kejadian biasa menjadi sesuatu yang mengancam dan
kognisi mereka terfokus pada antisipasi bencana pada masa mendatang.
Sensitivitas pasien gangguan anxietas menyeluruh yang mengancam juga muncul
walaupun stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar.
A.
Gangguan Stress Pascatrauma
Faktor-faktor resiko
Terdapat beberapa faktor resiko gangguan stress pascatrauma
jika dilihat dari peristiwa traumatis yang dialami, misalnya nyawa yang
terancam, pemisahan dari orang tua di masa kecil, berjenis kelamin perempuan,
berbagai pengalaman traumatis dan gangguan yang dialami sebelumnya.
Perkembangan gangguan stress pascatrauma
diasosiasikan dengan kecenderungan untuk bertanggung jawab atas kegagalan dan
emosi dalam menghadapi stress.
1.
Teori-teori
Psikologis
Menurut teori belajar, gangguan stress
pascatraumatik terjadi karena pengkondisian klasik terhadap rasa takut.
Misalnya ketika seorang wanita yang pernah diperkosa merasa tekut untuk
berjalan di lingkungan tertentu (CS) karena diperkosa ditempat itu (UCS).
Berdasarkan rasa takut yang dikondisikan secara klasik tersebut, terjadi
penghindaran yang secara negative dikuatkan oleh berkurangnya rasa takut yang
dihasilkan oleh ketidakberadaan dalam CS.
Menurut teori psikodinamika, mengatakan bahwa
ingatan tentang kejadian traumatic
muncul secara konstan dalam pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga
dengan sadar mereka merepresinya.
2.
Teori-teori
Biologis
Trauma dapat mengaktivasi sistem noradregenik, meningkatkan level norepinephrin sehingga membuat yang bersangkutan lebih mudah
terkejut dan cepat mengekspresikan emosi dibandingkan kondisi normal.
B.
Analisis Kasus
Analisis kasus ini
diambil dari sebuah peristiwa nyata yang terjadi di daerah Banten. Peristiwa
bermula ketika Surdi dan teman-teman sekolahnya ingin menyebrangi jembatan
gantung sungai cibeurang yang jarak dari sungai ke jembatan gantung itu 15
meter.
Jembatan penghubung
antara Kampung Kaduluhur di Kecamatan Cimarga dengan Kampung Sindai di
Kecamatan Sajira yang merupakan jembatan penghubung kedua kecamatan ini putus
saat dilalui oleh anak-anak SD yang sedang menuju ke sekolah masing-masing,
tiba-tiba putus. Sontak jerit dan tangis mewarnai jembatan yang tiba-tiba putus
dan jatuhnya tubuh-tubuh mungil tersebut ke dalam Sungai Cibeurang. Beberapa
murid terbawa arus.
Warga sekitar jembatan
segera berhamburan dan sigap memberikan pertolongan. Beruntung tidak terdapat
korban jiwa. Tapi puluhan anak-anak mengalami luka cukup parah dan ada
diantaranya yang patah tulang, segera dilarikan warga ke puskesmas dan RSUD
Adjidarmo karena luka-lukanya. Menurut Imah (36th), seorang warga
yang berada di tempat kejadian, menuturkan bahwa jembatan tersebut memang sudah
tidak layak lagi untuk dilewati, sudah puluhan tahun, kawat sling dan tali
pengikatnya sudah tua dan lapuk dimakan usia. Papan-papan atas jembatan sudah
hancur, tetapi warga, terutama anak-anak ini tidak punya pilihan.
Salah satu anak SD yang
mengalami musibah ini adalah Surdi. Ketika surdi dan teman-teman sekolahnya sedang
menyebrangi sungai itu seketika jembatan gantung itu pun putus dan mengakibatkn
surdi dan teman-temanya jatuh ke sungai.
Tetangganya, Eneng yang anaknya juga
menjadi korban putusnya jembatan gantung menceritakan bagaimana Surdi sampai
mengalami luka parah. Menurut warga Kadu Luhur itu, Surdi tak seberuntung
anaknya yang hanya mengalami luka ringan di kaki. Menurut Eneng, pada saat
kejadian putusnya jembatan gantung, kaki Surdi tersangkut terlebih dahulu pada
kawat sling jembatan. Setelah itu, Surdi terhantam papan jembatan kemudian
kakinya lepas dari jeratan kawat sling. Eti menuturkan, saat jatuh Surdi merasa
seperti bermimpi kemudian pingsan. Ia juga mengisahkan kondisi anaknya setelah
jatuh dari jembatan gantung yang putus. Surdi, anak pasangan dari Eti dan
Sura’I itu mengalami trauma dan kecemasan yang berlebihan. Saat ini Surdi kerap
tidak bisa tidur, diare, perut tidak enak dan makan pun tidak nafsu. Sebenarnya
Surdi telah mendapatkan pengobatan dari puskesmas. Bahkan, ia beberapa kali
diurut karena mengeluh pinggangnya juga sakit.
Lalu warga membawa
surdi pulang kerumahnya, Surdi terlihat terbaing lemah di rumahnya dengan
beralaskan tikar. Sekujur tubuhnya memar. Punggungnya terluka parah hingga
membuatnya sulit untuk duduk. Bahkan, terlihat jelas lebam di beberapa bagian
muka dan bibirnya. Luka-luka di tubuh Surdi memaksanya untuk tetap di rumah.
Siswa kelas 5 SDN 1 Pajagan, Kecamatan Cimarga Lebak-Banten tersebut terpaksa
tak mengikuti ujian tengah semester yang saat ini sedang berlangsung. Beruntung
anak malang itu jatuh tepat di rakit yang berada di bawah jembatan sehingga
tidak terhanyut di sungai. Sampai sekarang Surdi belum berani mendekati sungai
akibat kejadian selasa pagi tersebut yang menimpanya. Surdi sangat cemas dan
jantungnya berdetak dengan sangat keras apabila ia mendekati sungai dan
melakukan aktivitas. Ia merasa bahwa akan terulang kembali kejadian yang tidak
mengenakkan pada hari itu yang menimpanya.
Faktor
penyebab terjadinya mengapa jembatan gantung itu bisa putus adalah usia jembatan
gantung 27 tahun, faktor kelebihan beban pun bisa terjadi yang sehingga
menyebabkan jembatan gantung itu bisa terputus. Tetapi seharusnya pemerintah
dan warga sekitar ikut andil dalam merawat dan menjaga jembatan gantung
tersebut agar tetap kokoh dan kuat, karena jembatan gantung tersebut merupakan
salah satu akses utama yang menghubungkan antar desa dan akses menuju sekolah
bagi anak-anak yang berada di Desa Sindai.
C.
Evaluasi Kasus
Dari analisis
yang telah dipaparkan diatas, Surdi menderita Gangguan Anxiety Menyeluruh:
a.
Yaitu terus
menerus merasa cemas, sering kali tentang hal-hal kecil:
Saat
ini Surdi kerap tidak bisa tidur, diare, perut tidak enak dan makan pun tidak
nafsu, surdi mengalami gangguan kesemasan menyeluruh dalam hal somatic, yaitu
gangguan yang berhubungan dengan kondisi individu itu sendiri. Bahkan surdi pun
kerap kali berpeluh sakit pada punggungnya, walaupun ia sudah dibawa ke
puskesmas pasca kejadian yang menimpanya.
b.
Orang yang
mengalami Anxiety menyeluruh memiliki kekhawatiran kronis terus menerus
mencakup situasi hidup:
Sampai
sekarang Surdi belum berani mendekati sungai akibat kejadian selasa pagi
tersebut yang menimpanya. Surdi sangat cemas dan jantungnya berdetak dengan
sangat keras apabila ia mendekati sungai dan melakukan aktivitas. Ia merasa
bahwa akan terulang kembali kejadian yang tidak mengenakkan pada hari itu yang
menimpanya.
Kasus
yang dialami Surdi juga masuk ke dalam Teori Kognitif-Behavioral, yaitu Orang dengan gangguan kecemasan menyeluruh
seringkali mempersepsikan kejadian-kejadian biasa menjadi sesuatu yang
mengancam dan kognisi mereka terfokus pada antisipasi bencana pada masa
mendatang. Sensitivitas pasien gangguan anxietas menyeluruh yang mengancam juga
muncul walaupun stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar. Dimana
Surdi merasa sangat cemas dan jantungnya berdetak dengan sangat
keras apabila ia mendekati sungai dan melakukan aktivitas, dan surdi merasa
akan ada bahaya yang mengancamnya.
BAB III
Penutup
1.
Kesimpulan
Kecemasan merupakan suatu sensasi aphrehensif atau perasaan takut yang
menyeluruh, dan hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada setiap
individu, akan tetapi bila hal ini terlalu berlebihan maka dapat menjadi suatu
yang abnormal. Anxiety Disorder berupa
gangguan fobia, gangguan panic, gangguan obesif-komplusif, gangguan anxietas menyeluruh, dan gangguan stress
pasca trauma.
Kecemasan
muncul karena individu memikirkan atau membayangkan suatu tindakan atau
peristiwa yang dilakukan secara berlebihan, sehingga pada saat melakukan
kegiatan tersebut individu cenderung merasa tertekan akan tindakan yang pernah
dibayangkan secara berlebihan. Gangguan kecemasan ini merupakan salah satu
bentuk dari penyakit mental. Penyebabnya bisa apa saja, seperti
ketidakseimbangan kimia dalam tubuh, perubahan struktur otak, stress
lingkungan, trauma dan phobia, dan
lain-lain.
Dalam mendefinisikan kecemasan, Freud (1933/1964) menjelaskan
bahwa kecemasan merupakan situasi afektif yang dirasa tidak menyenangkan yang
diikuti oleh sensasi fisik yang memperingatkan seseorang akan bahaya yang
mengancam. Perasaan tidak menyenangkan ini biasanya samar-samar dan sulit
dipastikan, tetapi selalu terasa.
Hanya ego yang bisa memproduksi atau merasakan
kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar terkait dalam
salah satu dari tiga jenis kecemasan yaitu, neurosis, moral dan realistis.
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang
mengamankan ego karena member sinyal bahwa ada bahaya didepan mata. Misalnya,
mimpi akan kecemasan member sinyal pada sensor kita tentang adanya bahaya yang
mengintai, yang memungkinka kita untuk menyamarkan gambaran mimpi. Kecemasan
memungkinkan ego yang selalu siaga ini tetap waspada terhadap tanda-tanda
ancaman dan bahaya. Sinyal adanya bahaya yang mengintai membuat kita bersiaga
untuk melawan atau melindungi diri.
2.
Saran
Sebagian besar kasus
pada gangguan kecemasan dapat diatasi dengan salah satu atau kombinasi dari
terapi berikut:
a. Obat-obatan:
obat digunakan untuk mengurangi gejala gangguan kecemasan, seperti obat
anti-depresi dan pengurang kecemasan.
b. Psikoterapi:
sejenis konseling yang membahas respons emosional terhadap kelainan jiwa. Hal
ini merupakan proses dimana pakar kesehatan jiwa terlatih membantu penderita
dengan strategi wawancara untuk memahami dan menangani gangguan mereka.
c. Terapi
perilaku kognitif: penderita gangguan kecemasan sering berpartisipasi dalam
jenis psikoterapi ini, dimana mereka belajar untuk mengenali dan mengubah pola
pikir dan perilaku yang menimbulkan perasaan cemas.
d. Perubahan
pola makan dan gaya hidup: hidup dengan pola makan yang sehat dan selalu
berfikiran positive thinking, agar apa yang ada didalam otak kita hanya hal-hal
yang positif.
e. Terapi
relaksasi: usahakan untuk melakukan terapi relaksasi agar otak dan tubuh kita
tidak terlalu tegang.
Daftar Pustaka
Teori
Kepribadian, Theories of Personality (Buku 1 Psikologi Kepribadian – Teori
Freud)
Ardi
Ardiani, Tristiadi.2011.Psikologi Abnormal.Bandung: Penerbit Lubuk Agung
Utamitamii.blogspot.com//Anxiety
Disorded(Gangguan Kecemasan).
Tuesday,
9 October 2012
Globalindonesia45.com//PERGI
KE SEKOLAH BERTARUH NYAWA.
Posted by: Richard
Aritonang. 15 March 2015