Pengertian Konseling
Menurut Schertzer dan Stone (1980)
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang
bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri
dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan
nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Menurut Jones (1951)
Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua
pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh
yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam
pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang
progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa
bantuan.
Prayitno dan Erman Amti (1999)
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien.
Menurut Tolbert
(1959)
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara
dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan
khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli
dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan
keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang
dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut
konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
Menurut Winkell (2005 : 34)
Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan
dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan
agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan
atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi
semuanya.
Menurut Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurhisan dalam buku Landasan Bimbingan
dan konseling,setidaknya terdapat tujuh fungsi bimbingan dan konseling, fungsi
tersebut adalah:
1. Pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konselung untuk membantu
konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dalam hal ini adalah
potensi-potensi yang ia miliki dan juga pemahaman tentang lingkungannya
meliputi lingkungan pendidikan, pekerjaan, dan norma agama.
2. Preventif
Fungsi preventif yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi
berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya
tidak dialami oleh peserta didik.
3. Pengembangan
Fungsi pengembangan yaitu konselor selalu berupaya untuk menciptakan suasan
belajar yang kondusif untuk memfasilitasi perkembangan siswa.
4. Perbaikan (Penyembuhan)
Fungsi Perbaikan berkaitan erat dengan upaya memberikan bantuan kepada
siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek Pribadi, sosial,
belajar, maupun karir.
5. Penyaluran
Fungsi penyaluran adalah fungsi untuk membantu individu memilih kegiatan
ekstrakulikuler, jurusan, dan program studi, dan memantapkan penguasaan karir
atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri
kepribadian lainnya.
6. Adaptasi
Fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau
dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan dan kebutuhan individu.
7. Penyesuaian
Fungsi dalam membantu individu agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis
dan kontruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma
agama.
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan Pemberian layanan Bimbingan dan konseling ialah agar individu dapat
:
- Merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa
yang akan datang
- Mengembangkan
seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
- Menyesuaikan
diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan
kerjanya
- Mengatasi
hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Pengertian Psikoterapi
Menurut Wolberg (1954), psikoterapi adalah suatu bentuk dari perawatan
(treatment) terhadap masalah-masalah yang dasarnya emosi, dimana seseorang yang
terlatih dengan seksama membentuk hubungan profesional dengan pasien dengan
tujuan memindahkan, mengubah atau mencegah munculnya gejala dan menjadi
perantara untuk menghilangkan pola-pola perilaku yang terhambat.
Corsini (1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress).
Psikoterapi (dalam Sylvia) adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan
cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang
menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan
tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan
penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu bahwa psikoterapi adalah
cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk
menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental.
Berikut ini akan diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus
dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua
oran tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991):
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik,
menurut Ivey, et al (1987): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi
sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap
kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari
konflik-konflik yang lama.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien
dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan
bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman
intelektual.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey,
et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki
seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya
sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk
serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
- Tujuan
psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991):
untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri
dengan enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah
pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya
ditolak atau terhambat.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987):
untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan
pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
- Sehubung
dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai
tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara
berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih
rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Corey
(1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus
rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam
kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh
pandangan dalam hidup secara rasional dan toleran.
- Tujuan
psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al
(1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung
jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
- Corey (1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan psikoterapi antara lain :
- Perawatan akut (intervensi
krisis dan stabilisasi)
- Rehabilitasi (memperbaiki
gangguan perilaku berat)
- Pemeliharaan (pencegahan
keadaan memburuk dijangka panjang)
- Restrukturisasi (meningkatkan
perubahan yang terus menerus kepada pasien).
UNSUR-UNSUR PSIKOTERAPI
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar
yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini
termasuk :
- Peran sosial (martabat)
psikoterapis,
- Hubungan (persekutuan
terapeutik),
- Hak,
- Retrospeksi,
- Re-edukasi,
- Rehabilitasi,
- Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan
dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan
berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.
Perbedaan Konseling dan Psikoterapi
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan
tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya
membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara
konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg
(1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan
suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional.
Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang
terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik
kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada
interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta
komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan
semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta
mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan
tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada
treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan
pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk
menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan
agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah
yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan
Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai
berikut:
KONSELING
|
PSIKOTERAPI
|
Klien
|
Pasien
|
Gangguan
yang kurang serius
|
Gangguan
yang serius
|
Masalah:
Jabatan, Pendidikan, dsb
|
Masalah
kepribadian dan pengambilan keputusan
|
Berhubungan
dengan pencegahan
|
Berhubungan
dengan penyembuhan
|
Lingkungan
pendidikan dan non medis
|
Lingkungan
medis
|
Berhubungan
dengan kesadaran
|
Berhubungan
dengan ketidaksadaran
|
Metode
pendidikan
|
Metode
penyembuhan
|
Sumber:
Jones, A.J. (1951). Principle of Guidance and Pupil Personnel Work. New
York: McGraw-Hill Book Company
Prayitno dan Anti, E. (1994). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Jakarta: Grasindo
Tolbert, E.L. (1986). Counseling For Career Development. Boston: Hougthon
Meflin Co.
Wolberg L.R. What is Psychotherapy? in The Technique
os Psychotherapy, Part One, Grune & Stratton, New York, San Fransisco,
London,1977, 3-4, 15-6
Corsini, Raymond J., editor, 2007, Concise Encyclopedia of Psychology. New
York, Wiley Interscience Publication
Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. (2010). Landasan Bimbingan
dan Konseling. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :
BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung
Mulia